The Family Archive: Memberi Nyawa Pada Benda Mati
Rangkaian karya visual Aisha Nazar yang berjudul The Family Archive merupakan koleksi gambar benda mati (still life) yang menggugah benak pemirsanya melalui penataan visual yang menyajikan kisah tentang keluarganya. Menggunakan konsep potret material, rangkaian foto ini menampilkan barang-barang milik keluarga Aisha yang telah dikumpulkan selama bertahun-tahun. Setiap gambar dalam rangkaian ini menyoroti bagaimana koleksi benda dapat bercerita tentang orang yang memilikinya. Dalam upaya Aisha untuk memanusiakan potret material ini, pemirsa dapat melihat adanya sejumlah fitur yang muncul berulang kali. Dalam setiap komposisi gambar, ada satu tangan yang melakukan gerakan tertentu beserta sejumlah barang yang ditata secara teliti, sehingga dengan segera pemirsa dapat mengenalinya sebagai satu dari anggota keluarga Aisha.
Di satu sisi, koleksi gambar ini juga merupakan cara Aisha untuk memberikan penghormatan pada keluarganya.
The Family Archive adalah sajian fotografi still life yang memesona. Apa kisah di balik koleksi ini?
Konsep dari The Family Archive melibatkan riset dan eksperimen dengan penggunaan benda mati dalam fotografi. Pada waktu itu, saya sedang menyiapkan sebuah proyek fotografi untuk suatu pameran di Kuala Lumpur. Saya menyadari bahwa saya ingin mengubah dan menantang diri sendiri untuk membuat portret dan gambar still life menarik secara visual. Saya memutuskan untuk memadukan dua genre fotografi tersebut lalu menyajikannya dengan cara yang mudah dipahami pemirsa. Dengan The Family Archive, saya ingin memantik pemikiran dan imajinasi terkait cara orang memandang benda-benda pribadi dan bagaimana barang yang mereka miliki dapat berkisah banyak tentang mereka.
Koleksi ini mengajak kita mewawas diri tentang betapa dalam hubungan psikologis kita dengan barang-barang yang kita miliki.
Foto still life biasanya dapat berkisah banyak melalui satu tampilan visual yang kuat. Menurut Anda, apakah kemampuan berkisah merupakan elemen penting dari sebuah foto still life?
Ini mungkin kedengarannya klise, tapi ada alasannya mengapa orang kerap mengatakan bahwa satu gambar sama dengan seribu kata. Di balik sebagian besar foto, atau mungkin semuanya, selalu ada kisah atau alasan. Bagi saya, bahkan sebuah alasan kecil atau konyol merupakan satu kisah tersendiri.
Beberapa foto still life menggunakan simbolisme untuk menghasilkan efek berkisah secara visual. Foto-foto seperti ini biasanya merupakan gambar yang berdiri sendiri dan kaya akan berbagai objek, warna dan bentuk yang saling terikat untuk menciptakan harmoni visual. Di sisi lain, ada foto still life yang menampilkan sebuah karya dan menceritakan sebuah kisah abadi dengan tema tertentu, sehingga menghasilkan sebuah kohesi. Karya seperti ini akan menciptakan sebuah pengalaman yang menarik bagi pemirsanya.
Pemberian keterangan (caption) juga penting untuk menambahkan lapisan terakhir pada kisah yang ingin disampaikan. Dalam The Family Archive, selain karakter dari masing-masing anggota keluarga, saya juga menambahkan keterangan tentang pekerjaan mereka. Saya merasa pekerjaan mereka membuat narasi menjadi sedikit lebih menarik, dan memberikan kedalaman karakter bagi sosok yang ditampilkan. Keterangan mengenai pekerjaan mendorong pemirsa untuk berdialog seru dengan dirinya sendiri dan/atau dengan orang lain mengenai apakah pekerjaan tersebut berhubungan langsung dengan benda-benda kepemilikan yang ditampilkan dalam gambar. Pada akhirnya, penambahan hal kecil pada keterangan ini memberikan nyawa pada gambar diam tersebut, serta lebih banyak perspektif kepada kehidupan pribadi sosok yang menjadi subjek foto.
Meskipun pemberian keterangan merupakan aspek penting untuk memperluas dan membagikan makna dari sebuah foto still life, visual dan komposisi foto juga harus cukup kuat sehingga foto itu sendiri, tanpa keterangan, dapat bercerita banyak.
Sekarang kita akan berbicara tentang menciptakan visual yang kuat dalam berkisah. Seluruh elemen dalam foto, seperti komposisi dan pencahayaan, akan segera menentukan alur sebuah cerita. Adakah tips untuk memanfaatkan elemen-elemen ini guna menampilkan sebuah kisah visual secara lebih efektif?
Saya perlu waktu tiga bulan untuk menyelesaikan proyek The Family Archive, yang terdiri dari delapan foto—diawali dengan sebuah gagasan untuk menyusun sebuah konsep konkret, kemudian pemotretan dan pengeditan pascaproduksi. Karena proyek ini melibatkan beberapa anggota keluarga saya, saya banyak berdiskusi dengan mereka masing-masing mengenai bagaimana kami akan mengkurasi gambar yang paling tepat menceritakan kisah mereka. Semua barang dipilih dengan cermat untuk memastikan bahwa mereka adalah benda-benda yang paling menggambarkan pemiliknya. Termasuk juga menentukan warna kain yang digunakan sebagai latar belakang untuk mengeluarkan aura tak terucapkan dari seseorang.
Meski begitu, saya percaya bahwa resep untuk berkisah secara efektif menggunakan visual adalah memulai dengan sebuah rencana. Perencanaan merupakan bagian yang amat penting yang akan memberikan struktur dan kontrol yang diperlukan seseorang untuk menciptakan dan mengembangkan sebuah narasi. Semakin banyak pemikiran yang Anda tuangkan dalam visi, akan semakin indah foto yang Anda hasilkan. Jadi, susunlah sebuah visi yang solid, pahami tema sedalam yang Anda bisa, visualisasikan frame Anda, pertimbangkan alat yang paling baik untuk pemotretan tersebut lalu rencanakan pencahayaan Anda.
Sebagai contoh, pikirkan lensa apa yang akan digunakan untuk memastikan keseragaman di seluruh rangkaian foto, dan sumber pencahayaan apa yang paling cocok, apakah alami atau buatan. Jika jawabannya adalah pencahayaan alami, Anda sebaiknya mempertimbangkan kapan Anda akan memotret dan bagaimana pengaruh waktu terhadap keseluruhan nada warna dari foto Anda. Menyatukan seluruh gagasan dalam selembar kertas, bahkan meskipun bentuknya hanya sketsa kasar, akan sangat membantu Anda.
Terakhir, saatnya eksekusi, dan penting untuk diingat bahwa tak masalah jika Anda tidak langsung mendapatkan hasil sempurna pada bidikan pertama. Teruslah memotret, ubah komposisi dan bereksperimenlah dengan berbagai pengaturan kamera sampai Anda merasa puas dengan hasilnya.
Anda menggunakan kamera Alpha 7C dengan lensa FE 40mm F2.5 G untuk membuat koleksi ini. Bagaimana peran kombinasi kamera dan lensa ini dalam mewujudkan visi Anda?
Dalam The Family Archive, semua foto diambil dengan bantuan tripod dan pencahayaan buatan. Saya sengaja meredupkan cahaya untuk mendapatkan nuansa remang-remang dan misterius, dan saya tahu Alpha 7C dapat melakukan ini dengan sempurna. Dengan rentang fokus 40mm pada sensor full-frame Alpha 7C, konsep yang ada dalam benak saya tersampaikan secara sempurna. Menyingkap bayangan dapat dilakukan dengan mudah pada proses pascaproduksi, berkat sensor full-frame luar biasa dan rentang dinamis Alpha 7C, sehingga semua detail yang tertangkap secara menakjubkan terungkap. Untuk foto berjudul “Aisha”, yaitu foto saya sendiri, saya menggunakan aplikasi seluler Imaging Edge untuk memotret dari jarak jauh. Menyenangkan sekali! Kamera dengan cepat dan akurat menentukan autofokus saat menyorot tangan saya, dan terus mengunci fokus bahkan ketika tangan saya bergerak.
Duet spektakuler Alpha 7C dan lensa FE 40mm F2.5 G sangat sempurna untuk fotografi kasual. Kombinasi ini terutama unggul pada aspek desain yang ringkas dan ringan, sehingga saya dapat dengan mudah berpindah posisi dan menyesuaikan pengaturan. Selain itu, saya tidak perlu khawatir tentang bobot mati setelah berjam-jam memotret di lokasi yang berbeda. Layar vari-angle juga merupakan fitur yang luar biasa. Karena semua gambar dibidik setinggi pinggang dengan sudut yang hampir tegak lurus, layar yang dapat dimiringkan ini memudahkan saya saat memeriksa bidikan.
Untuk lensanya, panjang fokus lensa FE 40mm F2.5 G dapat digunakan untuk berbagai genre fotografi. Ketika hendak mengambil gambar still life, sebagian besar fotografer akan memilih antara lensa serbaguna atau lensa cakupan normal, yang biasanya memiliki panjang fokus 50mm, karena menghasilkan perspektif yang paling mirip dengan apa yang dilihat oleh mata manusia. Meski begitu, dengan berbagai objek personal yang perlu saya tangkap dalam satu frame, lensa FE 40mm F2.5 G memberikan cukup ruang bagi saya untuk mengatur framing sambil tetap menjaga distorsi serendah mungkin.
Bagaimana proses pascaproduksi untuk gambar-gambar ini?
Gagasannya adalah memastikan bahwa semua objek dalam foto tampak tajam dengan bokeh sesedikit mungkin. Sementara terkait mutu gambar, untuk menghindari difraksi atau kelembutan gambar, saya memutuskan untuk sebisa mungkin tidak memotret pada aperture terkecil (memotret di atas F16). Sebagai gantinya, saya menerapkan teknik penumpukan fokus untuk mengatasi ini dan memproses banyak hasil bidikan pada pascaproduksi. Selain memotret RAW, sensor full-frame Alpha 7C sangat memudahkan mengedit gambar dengan pencahayaan redup. Fitur ini memungkinkan saya mengedit foto tanpa mengaburkan detail-detail kecil dan rumit, sehingga saya bebas menerapkan berbagai perlakuan pada proses pascaproduksi.
Eksperimen adalah cara yang sangat penting untuk menyajikan kisah visual yang lebih baik melalui fotografi still life. Elemen apa saja yang dapat menjadi objek eksperimen fotografer saat ingin mengeksplorasi fotografi still life untuk pertama kalinya?
Bagi mereka yang ingin mencoba fotografi still life, mulailah dengan mengeksplorasi objek-objek yang tersedia di sekitar Anda. Tak perlu mencari objek yang rumit. Lihatlah sekeliling Anda, pilihlah misalnya benda-benda yang ada di rumah atau halaman Anda, lalu mulailah mengeksplorasi. Perkaya visi Anda tentang objek yang Anda pilih dengan memikirkan pencahayaan, penataan, dan detail yang ingin Anda tampilkan dalam bidikan. Hal terpenting adalah teruslah bereksperimen dengan berbagai penataan dan pencahayaan berbeda. Terakhir, jadilah kreatif!
Apa saran yang dapat Anda berikan pada fotografer pemula?
Saran saya bagi fotografer muda dan pemula—dan saya berulang kali menekankan hal ini—adalah jadilah diri sendiri dan ambillah gambar yang Anda suka. Dengan begitu populernya media sosial saat ini, nyaris semua orang berlomba-lomba untuk menciptakan dan menerbitkan konten, sehingga kian sulit untuk mengembangkan dan menyajikan gagasan yang orisinal. Kita akan menemukan konten yang kita sukai dan mau tak mau, secara tak sadar, kita menirunya.
Penting untuk memiliki tujuan yang Anda yakini untuk dituangkan ke dalam pekerjaan Anda, karena dengan begitu, Anda akan mendapatkan kepuasan dari apa yang awalnya hanya sebuah aspirasi belaka. Terakhir, jangan ambil pusing validasi pemirsa. Memotret dan membagikannya seharusnya bukan perkara mengumpulkan like melainkan harus dilihat sebagai bentuk ekspresi diri secara kreatif.